Jangan menyebut diri anda traveler kalau belum pernah tidur di alam terbuka 🙂

Mengingat-ingat kembali perjalanan-perjalanan yang pernah saya lakukan, saya menyadari bahwa beberapa momen favorit saya adalah saat tidur dengan kondisi yang tidak lazim. Baca tulisan ini sampai habis, kalau ingin tau apa maksudnya ‘tidak lazim’. 😉

Di Dalam Bivak (Foto oleh: Mbak Ayu Sekar Pratiwi)

Di Dalam Bivak (Foto oleh: Mbak Ayu Sekar Pratiwi)

Salah satu kondisi tidak lazim saya alami adalah saat mengikuti kegiatan survival selama 2 hari 1 malam di kawasan Taman Nasional Cibodas. Namanya juga acara survival, pesertanya ‘dipaksa’ menyesuaikan diri dengan kondisi hutan yang dingin dan liar dengan perlengkapan seadanya. Kami diajarkan navigasi menggunakan peta dan kompas. Menggunakan tanaman-tanaman di hutan sebagai bahan makanan. Dan membangun sebuah… ummm… *saya lupa namanya hmmm… oke, untuk sementara, sebut saja ‘shelter’, untuk bermalam. (Namanya: bivak)

Wew, terdengan lebih serius dari kenyataannya. Hehehe… Karena pesertanya model-model saya sendiri dan teman-teman sekantor… well… kegiatan survival ini tetap fun, ringan dan menyenangkan. 🙂

Sampai malam tiba, kami hanya makan dedaunan dan indomie rebus semangkok untuk 6 orang (hasil dari kebaikan hati panitia acara). Begitu pula shelter hasil kerja keras selama 3 jam yang terbuat dari ranting-ranting pohon dan dedaunan sebagai atapnya, sudah berdiri dengan kokohnya. Hmmm… ralat, berdiri dengan ringkihnya… 😀 Tapi kami belum mengantuk. Jadi, sambil menunggu ngantuk dan sekaligus menghangatkan diri, kami konser paduan suara dadakan di tengah hutan. Heheh.

Sejauh yang saya ingat, kami mulai mencoba tidur jam 10 malam. Tidur pakai tenda saja, saya masih susah tidur. Apalagi ini… Tidur di bilik berukuran 2 x 1.5 meter yang, namanya juga dari ranting, masih ada bolong di sana sini, sehingga angin dingin masih bisa masuk ke dalam. Hawa tanah yang dingin juga terasa menembus badan karena kasur kami hanyalah tumpukan daun dengan trashbag sebagai seprainya. Brrrrrr…. Saya gak bisa tidur. Bagaimana pun kerasnya mencoba.

Tidak membuat keadaan membaik, BLARRRR… hujan pun turun. Masya Allah…

Sistem pengairan yang kami buat tidak cukup mampu melindungi shelter dari aliran air hujan. Di kaki kami pun mulai terasa basah karena terkena aliran air dari luar. Ada beberapa lubang di atap dedaunan, sehingga ada tetesan air hujan di dalam shelter. Walaupun ponco sudah ditambahkan sebagai atap, tetap saja… Hopeless untuk tidur. Saya hanya pasrah menunggu waktu berharap agar cepat berlalu. Ingin cepat-cepat pagi. Dan merasakan panasnya sinar matahari.

Saya melihat jam tangan, baru jam 1 pagi… kemudian melengos di dalam hati.

Malam itu saya canangkan sebagai malam tersusah untuk tidur. Tapi justru kondisi ekstrim seperti ini yang bisa menjadi kenangan yang tidak terlupakan untuk diceritakan kembali dengan teman-teman. Selain itu, saya bisa menyombong… tepat seperti sekarang, dengan tulisan ini. Menyombong kalau saya pernah tidur di dalam shelter yang terbuat dari ranting dan daun hasil tangan sendiri. Keren kan? :p

Diminta ngulang lagi? NO THANKS.

***

Especially written for XL-Adventure. Thank you for great adventures. 🙂